BATAM(suaraaura.com)– Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Riau menggelar Sosialisasi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Kode Perilaku Wartawan (KPW) serta Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI, di Batam, Provinsi Kepri, 1-3 Agustus 2023.
Kegiatan itu menghadirkan para pemateri nasional yakni tokoh pers Dahlan Iskan, Ketua Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat Ilham Bintang, Ketua Komisi Diklat dan Pengembangan Profesi Dewan Pers Tri Agung Kristanto, Ketua Umum SMSI Pusat Firdaus, dan Duta Besar Indonesia di Singapura, Suryopratomo.
Dalam kesempatan itu, Ketua DK PWI Pusat, Ilham Bintang mengatakan, wartawan memiliki konsep operasional moral
dalam menjalankan peran dan fungsinya, Kode Etik Jurnalistik (KEJ) salah satunya.
“KEJ adalah kata kunci untuk merawat dan menjaga kepercayaan
publik atas kebutuhan informasinya kepada wartawan
profesional, mari kita jaga integritas profesi wartawan,” sebutnya, dalam sesi pertama sosialisasi, di Hotel Batam City, Selasa (1/8/2023) siang.
Menurutnya, wartawan disebut profesional minimal
harus memenuhi empat syarat: memiliki pekerjaan yang menjadi sumber nafkahnya, pekerjaannya punya organisasi, organisasinya punya kode etik, dan organisasi memiliki institusi yang mengawasi ketaatan
anggota pada kode etik profesi.
Tuntutan persyaratan profesional itu, terang pria yang akrab dipanggil IB ini, semakin relevan dengan semangat
perlindungan hukum yang diberikan oleh
UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Negara menjamin kemerdekaan pers
yang dilaksanakan secara
bertanggung jawab
, menaati etika profesi, dan perlindungan hukum
akan berjalan efektif jika wartawan mematuhi
KEJ,” tukas Ilham Bintang.
Komisioner Dewan Pers, Tri Agung Kristanto memaparkan kian maraknya fenomena “kloning” yang dilakukan sejumlah (oknum) wartawan di lapangan.
Tanpa datang ke lokasi, wartawan meminta berita dari wartawan lain, atau mengambil rekaman dari wartawan lain, dan langsung melaporkan di medianya, tanpa melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak yang terkait dengan berita itu.
“Padahal, tindakan ‘kloning’ adalah terlarang bagi seorang wartawan. Wartawan seharusnya ke lapangan untuk mendapatkan berita, dan melakukan konfirmasi kepada narasumbernya,” ujarnya.
Saat ini, lanjutnya, ada fenomena media mengutip berita dari media lain, atau media sosial, dan langsung menyiarkannya.
Berita hasil kutipan inipun bisa dikutip oleh media lainnya, sehingga memunculkan fenomena yang disebut “multi level quotes”, kutip mengutip, yang bisa mengaburkan penanggungjawab atas berita itu.
Terkait tanggung jawab pada model bisnis media ini, UU Pers memang belum mengaturnya, meskipun Kode Etik Jurnalistik jelas menegaskan, sebuah berita seharusnya merupakan hasil liputan atau analisis dari wartawan.
“Bukan mengambil dari media lain atau media sosial, dengan tanpa menyebutkan sumbernya,” tutur Tri Agung.
Masih di acara yang sama, Dahlan Iskan mengatakan wartawan wajib memegang dua hal. “Pertama, jujur dalam menulis berita, dan kedua tidak beritikad buruk,” tegas mantan Menteri BUMN ini.
Pada sesi malam, Ketua Umum SMSI Pusat Firdaus memaparkan perkembangan teknologi AI, mengakibatkan terjadi perubahan format pemberitaan dan
bergesernya nilai profesionalisme jurnalisme.
Untuk itu, menurutnya, perlu rancang bangun organ media dalam
sebuah ekosistem yang terintegrasi dan terhubung dengan masa lalu dan masa depan.
“Pentingnya mengukuhkan kembali standar kemerdekaan Pers yang berdaulat, sehingga pers
tetap menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kepentingan publik yang berorintasi
pada kedaulatan rakyat,” pungkasnya.
Sosialisasi KEJ dan KPW serta PD/PRT PWI yang diikuti 52 anggota PWI itu, juga dihadiri Penasihat PWI Pusat Herbert Timbo Siahaan dan anggota DK PWI Pusat Asro Kamal Rokan, serta sejumlah Ketua PWI Provinsi dan Ketua DK Provinsi se-Indonesia serta sejumlah PWI kabupaten.( ***)