Didin Sirojuddin AR خط🔲🖌️
Saya sudah mengenal Mas Syaiful Adnan sejak awal tahun 1980an. Dalam persahabatan panjang itu, satu yang paling mengesankan saya adalah “keteguhan” Mas Syaiful dalam menataolah karyanya. Sikap Istiqomahnya itu terlihat pada bentuk huruf-hurufnya yang selalu kembali kepada khittah “gaya Syaiful Adnan” yang tiada duanya, tiada pesaingnya. Maka, tidak salah kalau keunikan karakter ini mendorong saya menamakannya *Khat Syaifuli,* jenis tulisan yang mendeskripsikan kaligrafi gaya khas Syaiful Adnan.
Temuan satu mazhab huruf harus dibuktikan dan musti sudah digodok di “Kawah Candradimuka”. Sejarah perjalanan kaligrafi pun adalah sejarah pencarian dan penemuan mazhab-mazhab huruf. Ketika para khattat Indonesia tekun menggoreskan huruf-huruf murni tradisional sampai tahun ’80an, Syaiful Adnan yang tidak berangkat dari aksara murni malah dengan tekun pula “melukis-lukis” sendiri dan bereksperimen merekayasa goresannya. Ia pernah mengatakan, “Kaligrafi tidak selesai pada huruf.” Walhasil, pelukis kaligrafi dari Tanah Minangkabau ini sukses memunculkan entitas yg oleh para analis seni Islam disebut _khat al-rasm_ (خط الرسم) alias “kaligrafi lukis” yang selanjutnya memposisikan Syaiful Adnan di tengah maqom gegedug pelukis Kaligrafi Indonesia angkatan Assabiqunal Awwalun.
Dalam kesempatan Pameran Seni Lukis Islami di Gd. Planetarium Taman Ismail Marzuki Jakarta, akhir 1980an, Mas Syaiful juga membisikkan sesuatu yang saya anggap mustahil diwujudkan waktu itu, “Mas Didin, bisakah Kaligrafi Lukis dimusabaqahkan di MTQ Nasional?” Lewat perjuangan panjang 26 tahun, pertanyaan yang mengandung usul itu saya bawa menjadi lomba Kaligrafi Kontemporer di MTQ Nasional ke-25 tahun 2014 di Kota Batam.
Hayu ah, kita lihat lebih dekat lagi. Apabila kaligrafi murni tradisional kaedahnya الحروف/huruf-perhuruf dg alat hitung ميزان الحروف/mizanul huruf berupa noktah, maka Khat Syaifuli yg termasuk Kaligrafi Kontemporer Ekspresionis kaedahnya الوصف/deskripsi atau “gambaran gaya khas” coretan tangan Syaiful Adnan. Meskipun demikian, karya-karya Kaligrafi Kontemporer (Kontemporer Tradisional, Simbolik, Figural, dan Ekspresionis) made in khattat dan pelukis kaligrafi Indonesia include Syaiful Adnan, tidak lepas dari tudingan “mengambil jalan pintas”, dikerjakan “asal-asalan” dan dengan “cara curang” hanya karena tidak berakar dari dan berafiliasi ke tipe-tipe murni seperti Naskhi, Tsulus, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Riq’ah, Kufi atau Andalusi. Kalau alasannya “hanya karena” itu, maka prasangka itu tidak berdasar karena dalam mengolah aksara kontemporer tidak “harus begitu”. Belum pula “kebebasan penuh” yang boleh dimainkan, tanpa mengabaikan unsur keterbacaannya yang dijamin benar _harfan faharfin– kalimatan fakalimatin._ Syaiful Adnan, jelas, tidak asal gores. Ia juga pasti nengenal khat murni terutama Naskhi, karena pernah belajar ngaji di surau. Dan, kerja kreatif dan inovatifnya, nampak dalam kebebasan ekspresinya. Akidah kesenimanan Syaiful Adnan seirama dengan deklarasi khattat “pemburu” Tunisia Naja Al-Mahdaoui:
الحرف عندى مادة حية أصوغ منها ماأشاء كماأشاء
_”HURUF bagiku adalah materia hidup yang aku olah sekehendakku kapan aku mau.”_
Ciri utama khat Syaefuli pada plengkung huruf ALIF, RA dan WAWU yang menyerupai “serudukan tanduk minang”. Adakalanya membentang lurus dengan beberapa pucuknya sedikit dilengkungkan bak PEDANG (سيف/saif) terhunus. Saat melabrak huruf-huruf di bawahnya, statusnya sejajar khat Andalusi. Tapi tiga huruf ini dan huruf-huruf lainnya selalu bergerak dinamis jarak spasinya, komposisinya, proporsi bentuk-bentuknya, dan hak-hak milik huruf-hurufnya. Saya serasa seperti diayun oleh iramanya. Seperti sama-sama seperasaan. Mungkin juga karena sama-sama seumur, kecuali Buya Syaiful Adnan lahir lima hari duluan di tanggal 10 Juli 1957 sebelum saya. Lebih dari semuanya, gaya “kalem” pelukis Minang alumni ASRI Yogyakarta pemilik Rumah Kaligrafi Syaiful Adnan (RKS) ini tercermin dalam ungkapan Al-Shouli:
تبدى سكونَ الحسنِ فى حركاتها
_”Mengekspresikan kalemnya keindahan dalam gerak-geraknya.”_